23 Desember 2024

Bangka Tengah, faktamediababel.com – Aktivitas tambang ilegal di kawasan Merbuk, Kenari, dan Pungguk, Kecamatan Koba, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, semakin tak terkendali. Berawal dari hanya sepuluh ponton isap produksi (PIP), jumlahnya kini telah melonjak menjadi lebih dari lima puluh, merajalela tanpa ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum (APH). Sabtu (8/6/2024).

Situasi ini semakin diperparah dengan ketidakberanian APH untuk menertibkan aktivitas ilegal tersebut. Para penambang, pemilik ponton, dan koordinator tambang terlihat semakin percaya diri dan merasa aman, seolah-olah tidak ada lagi rasa takut atau khawatir akan tindakan hukum.

Eksploitasi besar-besaran ini terjadi di lahan eks PT Koba Tin, yang kini menjadi surga bagi para penambang liar.

Kapolsek Koba, Iptu Mardian, mengungkapkan bahwa pihaknya telah berusaha melakukan sosialisasi dan memberikan himbauan kepada para penambang untuk menghentikan kegiatan mereka.

“Kita sudah melakukan sosialisasi dan himbauan kepada para penambang timah di kawasan eks PT Koba Tin untuk segera menghentikan aktivitasnya,” ujar Kapolsek Mardian.

Namun, hingga kini langkah tersebut belum membuahkan hasil yang signifikan.

Seorang warga setempat, Bam, mengungkapkan kepada Tim Jurnalis Babel Bergerak bahwa himbauan semata tidak akan efektif.

“Mana mempanlah Bang kalau hanya dihimbau. Ditangkap pun mereka pasti tak takut lagi. Apalagi hanya main himbau-himbau saja. Belum 10 langkah Tim pulang, mereka lah turun mesin lagi,” ujarnya sambil tertawa.

Informasi yang dihimpun Tim Jobber menunjukkan bahwa Polsek Koba bersama BKO Satpol PP Kecamatan Koba dan pihak Kelurahan Berok sudah dua kali mendatangi kawasan eks PT Koba Tin.

Namun, yang dilakukan oleh Tim ini hanya memberikan himbauan kepada para penambang timah ilegal.

Bam dan warga lainnya merasa bahwa tindakan nyata dan tegas sangat diperlukan untuk menghentikan aktivitas tambang ilegal ini.

Kades Nibung, Astiar, bahkan meminta agar aktivitas tambang di lokasi eks Koba Tin tersebut dilegalkan.

“Kami minta dan berharap kepada pemerintah daerah Provinsi Bangka Belitung dan Pusat melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk segera memberikan izin kepada PT Timah secepatnya untuk dilegalkan,” ujarnya.

Hal ini menunjukkan betapa sulitnya situasi di lapangan, di mana legalisasi dianggap sebagai solusi cepat untuk mengatasi masalah tambang ilegal.

Namun, permasalahan ini bukan hanya terbatas pada ketidakberanian APH dan himbauan yang tidak efektif.

Informasi di lapangan mengungkapkan adanya keterlibatan oknum aparat, organisasi masyarakat, dan bahkan wartawan dalam lingkaran aktivitas tambang ilegal di Merbuk, Kenari, dan Pungguk.

Salah satu narasumber menyebutkan bahwa ada oknum wartawan yang berperan dalam mengatur media yang masuk ke lokasi tambang ilegal dan membagikan uang untuk menutupi aktivitas mereka.

Fahrozi, yang disebut-sebut sebagai koordinator untuk media, membantah bahwa dirinya adalah wartawan.

“Saya bukan wartawan. Saya masyarakat biasa, bagianku mengatur media yang masuk ke sini. Kalau awak media masuk kesitu kita yang ngurusi. Kalau masalah pendanaan disitu ada Edi Nibung yang urus,” ujarnya.

Hal ini menunjukkan betapa kompleks dan terorganisirnya aktivitas tambang ilegal di kawasan tersebut.

Lebih lanjut, Fahrozi menjelaskan bahwa timah yang dihasilkan dari tambang eks PT Koba Tin dibawa ke Pangkalpinang.

“Timah tu larinya ke Pangkal, tapi tidak tahu kemana timahnya. Soalnya bukan urusan kita. Di situ sistem kita bergaji dari hasil timah itu lah. Kalau hasilnya lumayan lah dapat kalau normal,” ungkapnya.

Berdasarkan penelusuran Tim Jobber pihak-pihak yang menerima hasil tambang ilegal dari Merbuk, Kenari, dan Pungguk. Ada indikasi bahwa bos-bos timah di Pangkalpinang dan di Jebus yang mengambil pasir timah tersebut untuk selanjutnya dibawa ke smelter di Kabupaten Bangka.

Kondisi ini menunjukkan betapa mendesaknya perlunya tindakan tegas dari pihak berwenang yang lebih tinggi, seperti Kejaksaan Agung, untuk menertibkan aktivitas tambang ilegal di kawasan tersebut.

Jika hanya mengandalkan himbauan dari APH dan Satpol PP, penambangan ilegal akan terus merajalela dan merusak lingkungan serta ekonomi lokal.

Sudah saatnya pemerintah dan aparat penegak hukum bertindak tegas untuk menghentikan pesta pora tambang ilegal di Merbuk, Kenari, dan Pungguk.

Legalitas dan penegakan hukum yang tegas menjadi kunci untuk mengatasi permasalahan ini, sekaligus menyelamatkan lingkungan dan perekonomian Bangka Belitung dari kerusakan yang lebih parah.

(*/Red/KBO Babel)

Share this content:

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *