
Bangka Selatan, Faktamediababel.com —
Penolakan terhadap keberadaan proyek Hutan Tanaman Industri (HTI) milik PT Hutan Lestari Raya (HLR) di Desa Batu Betumpang, Kabupaten Bangka Selatan, kini semakin menguat. Salah satu suara paling lantang datang dari Penjabat (Pj.) Kepala Desa Batu Betumpang, Aldo Junaidi, yang menegaskan sikap resmi pemerintah desa dalam menolak aktivitas HTI tersebut.
Dalam pernyataannya kepada media, Aldo menyatakan bahwa masyarakat Desa Batu Betumpang merasa wilayah mereka telah dirampas secara sepihak melalui izin yang diberikan kepada PT HLR. Warga, ucap dia, tidak pernah diajak berdialog atau diberi sosialisasi terkait aktivitas penanaman pohon akasia maupun pemasangan plang yang dilakukan di kawasan desa mereka.

“Ya, kami masyarakat Batu Betumpang menolak keras hadirnya HTI dan PT HLR di desa kami. Tidak pernah ada sosialisasi dari pihak perusahaan kepada masyarakat, baik terkait penanaman pohon akasia maupun pemasangan plang di sekitar hutan desa,” tegas Aldo Junaidi, Jumat malam (25/7/2025).
Menurutnya, tindakan perusahaan yang bergerak diam-diam di lapangan merupakan bentuk pelecehan terhadap keberadaan masyarakat adat dan prinsip keterbukaan dalam pembangunan. Aktivitas yang dilakukan secara “kucing-kucingan” itu telah menimbulkan keresahan dan kemarahan di tengah masyarakat.
“Mereka masuk dan bekerja tanpa sepengetahuan kami. Ini bentuk pelanggaran etika dan penghinaan terhadap hak-hak masyarakat yang sudah hidup turun-temurun di wilayah ini,” lanjut Aldo.
Aldo menjelaskan bahwa lahan yang dimasuki oleh perusahaan mencakup luas sekitar 31.600 hektare, sebagian besar berada di kawasan yang selama ini dimanfaatkan warga untuk berkebun, berladang, dan mencari nafkah secara turun-temurun. Ia menyebut bahwa tidak hanya soal ekonomi, lahan tersebut juga menyimpan nilai sejarah dan kearifan lokal yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
“Masyarakat kami sudah berabad-abad hidup dari kawasan ini. Mereka berkebun, meramu, berburu, dan bertani di sini. Jika ini diambil alih tanpa dialog, maka itu bukan hanya pelanggaran hukum, tapi pelanggaran kemanusiaan,” kata Aldo dengan tegas.
Sebagai kepala desa, ia berharap pemerintah provinsi dan pemerintah pusat segera turun tangan dan meninjau ulang bahkan mencabut izin HTI yang dinilai telah merampas hak rakyat. Menurutnya, pembangunan tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kedaulatan masyarakat desa.
“Harapan saya, Gubernur Babel dan pemerintah pusat bisa segera mencabut izin HTI ini. Jangan biarkan rakyat kecil menjadi korban dari investasi yang tidak berpihak,” ucap Aldo.
Sikap tegas ini juga mencerminkan kesepakatan bersama antara perangkat desa, tokoh adat, BPD, dan ratusan warga yang telah berkumpul dalam rapat akbar di Balai Desa Batu Betumpang. Masyarakat kini tengah menyiapkan aksi damai yang akan dilakukan dalam waktu dekat sebagai bentuk penegasan bahwa mereka tidak akan membiarkan tanah mereka diambil begitu saja.
Dengan semakin kuatnya gelombang penolakan dari bawah, proyek HTI PT HLR di wilayah Bangka Selatan kini berada di ujung tanduk. Warga desa menegaskan: Tanah leluhur bukan untuk diperjualbelikan, apalagi untuk ditanami demi kepentingan korporasi.
Share this content: