Faktamediababel.com
Caption: Kelompok demo dari Gerakan Pemuda Mahasiswa Sumatera Selatan saat melakukan aksi unjuk rasa di perairan sungai Musi, Kamis (05/09/2024).
SUMSEL, Faktamediababel.com – Ratusan massa yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Mahasiswa Sumatera Selatan (GAASS) menggelar aksi unjuk rasa di perairan Sungai Musi, Kamis (5/9/2024). Mereka menggunakan perahu getek, memulai aksi dari bawah Jembatan Ampera hingga mendekati Stockpile Batubara PT Bukit Asam (PT BA). Aksi ini berjalan di bawah pengawalan ketat pihak kepolisian, namun berlangsung damai dan kondusif.
Ketua GAASS, Andi Leo, dalam orasinya menyampaikan bahwa aktivitas stockpile batubara, khususnya crushing dan loading, telah menimbulkan pencemaran udara dan lingkungan.
“Debu batubara sudah mengotori pemukiman warga, menimbulkan risiko kesehatan yang serius. Warga setiap hari harus membersihkan rumah dari tumpukan debu tebal yang bertebaran,” ujar Andi kepada media.
Selain polusi debu, dampak lainnya dirasakan oleh para nelayan yang mengalami penurunan hasil tangkapan ikan. Andi juga menyebutkan bahwa air Sungai Musi menjadi tercemar, memperburuk kondisi kehidupan di sekitar aliran sungai.
Tuntutan GAASS, Relokasi dan Pertanggungjawaban Perusahaan
Dalam aksinya, GAASS menyampaikan tujuh tuntutan utama kepada pemerintah dan pihak terkait. Berikut adalah tuntutan tersebut:
1.Relokasi Dermaga dan Stockpile Batubara
GAASS meminta Pj Gubernur Sumatera Selatan dan DPRD Provinsi Sumsel untuk segera merelokasi dermaga dan stockpile batubara milik PT Bukit Asam, PT Muara Alam Sejahtera, PT Bara Alam Utama, serta Bomba Group. Mereka menilai aktivitas batubara ini berdampak buruk pada kesehatan masyarakat, merusak jalan, serta menyebabkan kerusakan lingkungan.
2.Penghentian Pembangunan Dermaga Baru
GAASS juga meminta penghentian pembangunan Dermaga Jetty, yang dikhususkan untuk melayani PT Bukit Asam. Dermaga ini dianggap berpotensi meningkatkan polusi udara dan memperparah kerusakan lingkungan di Sungai Musi.
3.Pemecatan dan Pemeriksaan Pejabat KSOP II Palembang
GAASS menuntut pemecatan dan pemeriksaan terhadap Kepala KSOP II Palembang, Dirpolairud, Kasubdit Gakkum, dan Kasubdit Patroli, yang diduga menerima gratifikasi terkait izin operasi tambang batubara dan aktivitas kapal tongkang yang melintasi Sungai Musi.
4.Penyegelan dan Sanksi terhadap PT RMK Energi
GAASS meminta Kementerian Lingkungan Hidup untuk kembali menyegel PT RMK Energi karena kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat aktivitas perusahaan tersebut. Mereka menegaskan bahwa pencemaran debu batubara telah berdampak langsung pada warga, termasuk anak-anak yang belajar di SD Negeri 149 Palembang.
5.Pencabutan Izin Operasi PT RMK Energi
GAASS mendesak Kementerian Lingkungan Hidup untuk mencabut izin operasi PT RMK Energi secara permanen, mengingat perusahaan ini dianggap abai terhadap sanksi administratif dan tetap melanjutkan aktivitasnya meski telah disegel.
6.Tanggung Jawab Perusahaan terhadap Kerusakan Lingkungan
GAASS meminta perusahaan-perusahaan tambang untuk bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, termasuk memberikan kompensasi kepada masyarakat terdampak di sekitar Sungai Musi.
7.Pemeriksaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR)
Massa juga menuntut Pemerintah Provinsi Sumsel dan stakeholder terkait untuk memantau pelaksanaan CSR dari perusahaan tambang. GAASS menilai bahwa hingga saat ini warga terdampak belum menerima hak mereka, termasuk jaminan kesehatan dan pendidikan.
Ancaman Aksi Lanjutan jika Tuntutan Tidak Dipenuhi
Andi Leo menegaskan bahwa jika tuntutan mereka tidak dipenuhi, GAASS akan menggelar aksi lanjutan dengan skala yang lebih besar.
“Kami akan memboikot seluruh stockpile batubara di sepanjang Sungai Musi, termasuk milik PT Bukit Asam dan PT RMK Energi. Aksi ini akan terus berlangsung sampai tuntutan kami dikabulkan,” pungkas Andi.
Aksi ini menggambarkan ketidakpuasan masyarakat terhadap dampak negatif industri tambang batubara yang tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga mengancam kesehatan publik. Regulasi terkait, seperti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menjadi landasan hukum dalam aksi ini, menuntut agar perusahaan yang melanggar aturan tersebut diberikan sanksi tegas.
GAASS menutup aksinya dengan menekankan bahwa mereka akan terus berjuang sampai ada tindakan nyata dari pemerintah dan perusahaan untuk mengatasi kerusakan lingkungan yang mereka alami.*
Share this content: