26 Juli 2025
Caption Poto: Ratusan Warga Tolak HTI di Desa Batu Betumpang Jum’at  Malam di Balai Desa.

Bangka Selatan, Faktamediababel.com —
Gelombang penolakan terhadap aktivitas Hutan Tanaman Industri (HTI) milik PT Hutan Lestari Raya (HLR) di Kabupaten Bangka Selatan kian membesar. Ratusan warga dari Desa Batu Betumpang dan sekitarnya menggelar rapat besar pada Jumat malam, 25 Juli 2025, sebagai langkah awal perlawanan terhadap apa yang mereka anggap sebagai bentuk “penjajahan modern” atas tanah leluhur.

Tokoh masyarakat sekaligus aktivis asal Desa Batu Betumpang, Muhammad Rosidi, secara tegas menyatakan bahwa masyarakat tidak akan diam terhadap aktivitas HTI yang menurut mereka dilakukan secara diam-diam dan tanpa sosialisasi.

“HTI PT HLR ini kami duga sebagai bentuk penjajahan versi modern. Mereka pasang plang dan tanam akasia tanpa pemberitahuan kepada warga. Kami tahu ini hanya uji coba, mereka ingin lihat seberapa kuat penolakan masyarakat. Tapi kami tidak akan diam,” ujar Rosidi dengan nada tinggi.

Warga Desa Batu Betumpang dikejutkan oleh pemasangan plang dan penanaman bibit akasia di kawasan hutan sekitar desa mereka. Aktivitas ini dilakukan oleh PT HLR sebagai bagian dari pengembangan HTI seluas kurang lebih 31.000 hektare. Tanpa melalui musyawarah desa, kegiatan itu dianggap telah melangkahi hak masyarakat adat dan mengancam kelestarian lingkungan serta tanaman tumbuh warga yang telah dijaga turun-temurun.

Bukan hanya Batu Betumpang, desa lain yang terdampak seperti Desa Bedengung juga menyatakan penolakan terhadap proyek ini. Warga khawatir, jika HTI terus berjalan, maka akses terhadap hutan adat dan ruang hidup mereka akan terganggu secara permanen.

Siapa yang Terlibat?

Pemimpin gerakan penolakan, Muhammad Rosidi, menyebutkan bahwa dirinya siap memimpin aksi besar-besaran ke Gedung DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) dan bertindak sebagai orator utama.

“Saya sebagai aktivis dan putra asli Batu Betumpang akan pimpin demo di depan DPRD Provinsi Babel. Kami akan kompak dan lawan kezaliman ini sampai titik darah penghabisan,” tegasnya.

Menurut informasi yang dihimpun, pada saat berita ini ditulis, sekitar 300-an warga telah berkumpul di Balai Desa Batu Betumpang, termasuk warga dari Desa Bedengung. Aksi ini dipastikan akan membesar dalam waktu dekat dengan potensi melibatkan ribuan massa dari desa-desa sekitar.

Mengapa Warga Menolak?

Penolakan warga bukan tanpa dasar. Mereka menilai bahwa proyek HTI ini akan berdampak pada:

1. Kerusakan ekosistem lokal yang selama ini menjadi sumber mata pencaharian warga, terutama petani dan peladang.

2. Penghilangan akses atas hutan adat, yang selama ini menjadi bagian dari warisan nenek moyang.

3. Potensi konflik horizontal dan sosial karena perampasan ruang hidup tanpa dialog terbuka.

4. Pemanfaatan hukum dan perizinan untuk kepentingan korporasi, yang dianggap menyalahi nilai keadilan sosial.

“Mereka seolah-olah bisa asal caplok koordinat seakan hutan itu milik mereka hanya karena punya izin. Tapi jangan lupa, izin bukan berarti restu masyarakat!” ujar Rosidi lantang.

Setelah rapat besar pada Jumat malam, 25 Juli 2025, warga berkomitmen akan melanjutkan perjuangan mereka dengan menggelar aksi unjuk rasa di Gedung DPRD Provinsi Babel dalam waktu dekat. Mereka juga telah merancang pertemuan dengan Gubernur Babel sebagai langkah diplomatik sebelum melakukan aksi lebih besar.

Menariknya, menurut Rosidi, kegiatan HTI ini terindikasi dilakukan secara diam-diam bertepatan dengan keberadaan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang tengah bertugas berdasarkan Perpres No. 5 Tahun 2025.

“Kami duga HTI menyelinap memanfaatkan keberadaan Satgas PKH yang sedang bertugas. Ini sangat kami sayangkan. Apalagi dulu isu HTI ini pernah dibahas di DPRD dan mayoritas fraksi menolak,” tambah Rosidi.

Ia juga menyebutkan bahwa dalam rapat pansus sebelumnya di DPRD Babel, dari tujuh fraksi, lima menolak dan dua abstain. Ia menyinggung kembali peran Toni Mukti, mantan Ketua Komisi di DPRD Babel, sebagai pelaku sejarah dalam menolak proyek serupa.

Gelombang penolakan dari masyarakat semakin kuat. Dengan kekompakan antar desa terdampak dan dukungan dari tokoh-tokoh lokal, gerakan ini diprediksi akan menjadi salah satu aksi masyarakat terbesar dalam sejarah Bangka Selatan.

“Kami akan kepung DPRD Babel, kami akan tunjukkan bahwa suara rakyat desa bukan untuk dibungkam. Tanah ini bukan untuk ditanami akasia, tapi untuk masa depan anak cucu kami!” tutup Rosidi dengan penuh emosi.

Penolakan terhadap HTI PT HLR di Bangka Selatan bukan hanya soal lingkungan, tapi menyangkut kedaulatan rakyat atas tanah leluhur mereka. Di tengah derasnya arus investasi dan penggunaan hukum untuk melegitimasi proyek, masyarakat desa kini menegaskan posisi mereka: berdaulat di tanah sendiri dan siap melawan ketidakadilan dalam bentuk apa pun.

Gerakan ini masih terus berkembang, dan Faktamediababel.com akan terus memantau dinamika lapangan dalam beberapa hari ke depan.dan akan konfirmasi lebih lanjut untuk perimbangang pemberitaan. (Red/*).

Turut hadir Pj. Kades, Junaidi. Ketua Bpd, Jalaludin. mantan Dewan Provinsi, Toni Mukti.

Redaksi: Faktamediababel.com

Share this content:

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *